A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Proses
pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada pemrosesan informasi,
idnividualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan informasi menyatakan bahwa
siswa mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkaitan dengan
informasi tersebut. Inti pemrosesan informasi adalah proses memori dan
berpikir.
Menurut
Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran kontekstual adalah proses
pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada,
dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
Pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip
mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata,
sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan
dengan itu, Suprijono (2011: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual
atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti bahwa
pembelajaran kontekstual adalah strategi yang digunakan guru untuk menyampaikan
materi pelajaran melalui proses memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami
makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Senada
dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan pembelajaran kontekstual
merupakan upaya guru untuk membantu siswa memahami relevansi materi
pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan melakukan suatu pendekatan yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajarinya
di kelas. Selanjutnya, pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembangan
ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual siswa
tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan dunia nyata.
Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa mengerti
relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata di
mana isi pelajaran akan digunakan.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual
mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat
tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah,
siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan
berbagai sumber belajar.
B. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar.
Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2011:
80-81) adalah sebagai berikut. Pertama;
saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa
kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang
mengitegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling
mempengaruhi secara fungsional. Kedua;
diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari
realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis
siswa untuk menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang beraneka ragam
itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat. Ketiga; pengaturan diri, artinya prinsip
ini mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya.
Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi
mereka, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan
secara rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan
pada pemecaham masalah; (2) mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai
konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja; (3) mengajar siswa untuk
memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan
terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5)
mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama; dan
(6) menggunakan penilaian otentik.
Lain halnya dengan Nurhadi, ia mengemukakan
prinsip-prinsip pembelajara kontekstual yang perlu diperhatikan guru, yakni: (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran mental sosial, (2)
membentuk kelompok yang saling bergantung, (3) menyediakan lingkungan yang
mendukung pembelajaran yang mandiri, (4) mempertimbangkan keragaman siswa, (5) mempertimbangkan
multi intelegensi siswa, (6) menggunakan teknik-teknik bertanya untuk
meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan masalah, dan ketrampilan berpikir
tingkat tinggi, (7) menerapkan penilaian autentik (dalam http://www.sekolahdasaar.net/2011/12/prinsip-pembelajaran-kontekstual.html).
Merujuk pada
prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada upaya
membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang
ada di pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi
atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu
yang dapat dilakukan; dan (3) pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan
cara bagaiman menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan
nyata.
C. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen
utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan
dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah
konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam
Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85).
1)
Konstruktivisme; yakni mengembangkan
pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau keterampilan
barunya. Sumiati dan Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen belajar
konstruktivisme, yaitu: (a) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge), (b) perolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge),
(c) pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), (d) mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge), dan (e) melakukan refleksi terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting
knowledge).
2)
Bertanya; yakni mengembangkan sifat
ingin tahu siswa dengan bertanya. Melalui proses bertanya, siswa akan mampu
menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Dalam sebuah pembelajaran yang
produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (a) menggali informasi, baik
administrasi maupun akademik; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan
respon pada siswa; (d) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (e)
mengetahui hal-hala yang sudah diketahui siswa; (f) memfokuskan pengetahuan
siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa; dan (h) menyegarkan kembali pengetahuan siswa. (Sagala,
2009: 88).
3)
Menemukan; merupakan bagian inti dari
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hanya hasil megingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga
hasil dari menemukan sendiri.
4)
Masyarakat belajar; yaitu menciptakan
masyarakat belajar (belajar daam kelompok). Hasil belajar diperoleh dari
sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5)
Permodelan; menghadirkan model sebagai
contoh pembelajaran. Dengan adanya model, siswa akan lebih mudah meniru apa
yang dimodelkan. Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa yang lebih
mahir dapat bertindak sebagai model.
6)
Refleksi; dilakukan pada akhir
pembelajaran. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir
kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi
kembali hal-hal yang telah dipelajari.
7)
Penilaian sebenarnya; yaitu upaya
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat
melakukan pembelajaran. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai
prestasi siswa adalah proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa,
presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes
tulis, dan karya tulis (Riyanto, 2010: 176).
D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Sebuah
kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual jika menerapkan
komponen utama pembelajaran efektif seperti yang diuraikan di muka. Oleh karena
itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami penerapan pembelajara
kontekstual itu sendiri. Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169)
menguraikan langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
(1) mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) melaksanakan sejauh
mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap
ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5)
menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) melakukan refleksi di
akhir pertemuan; (7) dan melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
cara.
Di sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and
Development (CORD), penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan
sebagai berikut: (1) Relating,
belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan
kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu siswa agar yang dipelajari
bermakna; (2) Experiencing, belajar
adalah kegiatan “mengalami”, siswa berproses secara aktif dengan hal yang
dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha
menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya; (3) Applyng, belajar menekankan pada proses
pendemonstrasian pengetahuan yang dimiliki dalam kenteks dan pemanfaatannya;
(4) Cooperating, belajar merupakan
proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar berkelompok, komunikasi
interpersonal, atau hubungan intersubjektif; dan (5) Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan
memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru (Suprijono, 2011: 84).
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai
Referensi bagi Pendidik dalam Impelementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas. (Cet. II). Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet. VII). Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan Asra.
2009. Metode Pembelajaran. Bandung:
CV Wacana Prima.
Suprijono, Agus.
2011. Cooperatif Learning, Teori dan
Aplikasi PAIKEM. (Cet. V). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susdiyanto, Saat, dan Ahmad. 2009. Strategi
Pembelajaran. (Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Makassar:
Panitia Sertfikasi Guru Agama Rayon LPTK Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Alauddin Makassar.